Apakah Riba itu?
DAPM Kusan Hilir – Definisi riba secara umum adalah pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal, tanpa adanya padanan yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut.
Definisi riba secara khusus, pada jual simpan-pinjam adalah bunga kredit yang harus diberikan oleh debitur kepada kreditur sebagai imbalan menggunakan sejumlah uang milik kreditur dalam jangka waktu yang ditetapkan (Ali ash-Sabuni).
Dalil haramnya riba:
- Orang yang memakan riba, diibaratkan seperti orang yang tidak bisa berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan, lantaran (penyakit gila). (QS. 2 : 275).
- Pemakan riba, akan kekal berada di dalam neraka.(QS. 2 : 275).
- Orang yang “keukeuh” dalam bermuamalah dengan riba, akan diperangi oleh Allah dan Rasul-Nya. (QS. 2 : 278 – 279).
- Seluruh pemain riba; kreditur, debitur, pencatat, saksi, notaris dan semua yang terlibat, akan mendapatkan laknat dari Allah dan rasul-Nya. Dalam sebuah hadits diriwayatkan : “Dari Jabir ra bahwa Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, yang memberikannya, pencatatnya dan saksi-saksinya.” Kemudian beliau berkata, “ Mereka semua sama!”. (HR. Muslim)
- Suatu kaum yang dengan jelas “menampakkan” (baca ; menggunakan) sistem ribawi, akan mendapatkan azab dari Allah SWT. Dalam sebuah hadtis diriwayatkan : “Dari Abdullah bin Mas’ud ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah suatu kaum menampakkan (melakukan dan menggunakan dengan terang-terangan) riba dan zina, melainkan mereka menghalalkan bagi diri mereka sendiri azab dari Allah.” (HR. Ibnu Majah)
- Dosa memakan riba (dan ia tahu bahwa riba itu dosa) adalah lebih berat daripada tiga puluh enam kali perzinaan. Dalam sebuah hadits diriwayatkan : “Dari Abdullah bin Handzalah ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Satu dirham riba yang dimakan oleh seseorang dan ia mengetahuinya, maka hal itu lebih berat dari pada tiga puluh enam kali perzinaan.” ((HR. Ahmad, Daruqutni dan Thabrani).
- Bahwa tingkatan riba yang paling kecil adalah seperti seoarng lelaki yang berzina dengan ibu kandungnya sendiri. Dalam sebuah hadits diriwayatkan : “Dari Abdullah bin Mas’ud ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Riba itu tujuh puluh tiga pintu, dan pintu yang paling ringan dari riba adalah seperti seorang lelaki yang berzina dengan ibu kandungnya sendiri.” (HR. Hakim, Ibnu Majah dan Baihaqi).
Ulama dan Lembaga yang Mengharamkan Bank Konvensional
Pertama, pertemuan 150 ulama terkemuka dalam konferensi Penelitian Islam di bulan Muharram 1385 H, atau Mei 1965 di Kairo, Mesir menyepakati secara aklamasi bahwa segala keuntungan atas berbagai macam pinjaman semua merupakan praktek riba yang diharamkan termasuk bunga bank.
Kedua, Majma’al Fiqh al-Islamy, Negara-negara Organisasi Kerja sama Islam (OKI) yang diselenggarakan di Jeddah pada tanggal 10-16 Rabi’ul Awal 1406 H/22 Desember 1985;
Ketiga, Majma’ Fiqh Rabithah al’Alam al-Islamy, Keputusan 6 Sidang IX yang diselenggarakan di Makkah, 12-19 Rajab 1406.
Keempat, Keputusan Dar It-Itfa, Kerajaan Saudi Arabia, 1979;
Kelima, Keputusan Supreme Shariah Court, Pakistan, 22 Desember 1999;
Keenam, Majma’ul Buhuts al-Islamyyah, di Al-Azhar, Mesir, 1965.
Ketujuh, Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tahun 2000 yang menyatakan bahwa bunga bank tidak sesuai dengan syari’ah.
Kedelapan, Keputusan Sidang Lajnah Tarjih Muhammadiyah tahun 1968 di Sidoarjo menyatakan bahwa sistem perbankan konvensional tidak sesuai dengan kaidah Islam.
Kesembilan, Keputusan Munas Alim Ulama dan Konbes NU tahun 1992 di Bandar Lampung.
Kesepuluh, Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tentang Fatwa Bunga (interest/fa’idah), tanggal 22 Syawal 1424/16 Desember 2003.
Kesebelas, Keputusan Rapat Komisi Fatwa MUI, tanggal 11 Dzulqa’idah 1424/03 Januari 2004, 28 Dzulqa’idah 1424/17 Januari 2004, dan 05 Dzulhijah 1424/24 Januari 2004. (MKR)